Bahan UAS semester IV : FILSAFAT ILMU


FILSAFAT ILMU

 

BAB I: PENGANTAR

 

Tak disangkal bahwa manusia tahu sesuatu (dunia sekitarnya, dirinya sendiri, orang lain, yang baik dan yang buruk, dan yang indah dan tidak indah). Tetapi bagaimana manusia itu bisa tahu? Dan apa itu tahu?

Gejala Tahu:

Tidak dari lahir manusia itu tahu, tetapi ia tahu sejak ia berinteraksi dan bertanya tentang sesuatu. Manusia TAHU sejak indra dirangsang oleh segala sesuatu. Ia berusaha menjawab dan menyelidiki segala sesuatu. Makin bertambah usia makin bertambah banyak hasil tahunya. Rasa ingin tahu berlangsung seumur hidup. Tampak gejala bahwa tahu yang memuaskan adalah tahu yang benar; sedangkan tahu yang tidak benar disebut KELIRU. Keliru seringkali lebih jelek daripada TIDAK TAHU. Karena tahu yang benar menjadi dasar tindakan, maka tahu yang keliru akan menjadi malapetaka. Contoh: Manusia dapat meninggal karena minum obat yang keliru.

Jelas bahwa pemuas ingin tahu adalah kebenaran karena manusia ingin tahu yang benar.

            Jika manusia ingin tahu, apakah yang ingin diketahui atau apakah obyek tahu itu?  Obyeknya adalah: yang ada dan yang mungkin akan ada.

Manusia dirangsang oleh alam sekitarnya untuk tahu. Yang dirangsang adalah Indra: penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan lidah dan perasaan badan. Persentuhan indra dengan alam disebut pengalaman. Dari pengalaman manusia mengambil keputusan bahwa dirinya tahu atau tidak tahu sesuatu. Jadi TAHU adalah hasil interaksi dan bertanya melalui Indra.

Kesimpulan:

ü  Manusia ingin tahu

ü     Manusia ingin tahu yang benar

ü     Obyek tahu ialah yang ada dan yang mungkin ada

ü     Manusia tahu bahwa ia tahu atau tidak tahu.

 

 

 

 

 

 

BAB II: PENGETAHUAN

  1. A.      PUTUSAN:

Orang yang tahu disebut mempunyai pengetahuan. Pengetahuan tidak lain dari hasil tahu. Tahu menghasilkan pengetahuan. Pengakuan sesuatu terhadap sesuatu disebut keputusan. Orang yang tidak tahu tidak dapat mengadakan putusan. Kekuatan putusan terletak pada kepastian.  Orang yang tahu adalah orang yang sadar. Kesadaran mutlak bagi pengetahuan, karena orang yang tak sadar adalah orang yang tidak tahu. Tidak sadar akan dirinya sama dengan tidak tahu akan dirinya.Dengan kata lain, putusan merupakan cetusan daripada pengetahuan. Dasar pengakuan disebut subyek dan yang diakui oleh subyek disebut predikat. Sebuah keputusan tidak selalu tercetus dengan kata-kata tetapi tersesapi dalam hati.

  1. B.       DUA MACAM PENGETAHUAN:

Ada Pengetahuan khusus dan pengetahuan umum. Pengetahuan khusus hanya mengenai yang satu saja. Contoh: “segitiga itu lancip” hanya berlaku hanya utnuk segitiga itu saja.

Pengetahuan umum berlaku untuk seluruh macam dan masing-masing dalam macamnya. Contoh putusan: “segitiga itu jumlah sudutnya 180

Berlaku bukan hanya segitiga tertentu tetapi untuk seluruh segitiga.

Harus dicatat bahwa pengetahuan umum ini agak aneh, karena yang bersentuhan langsung dengan manusia adalah yang khusus.

 

  1. C.      KEBENARAN:

Pengetahuan yang tidak sesuai dengan obyeknya adalah pengetahuan yang salah. Sebaliknya, pengetahuan yang sesuai dengan obyeknya adalah pengetahuan yang benar. Jadi kebenaran adalah kesesuaian antara tahu/pengetahuan dan obyek. Kebenaran disebut juga obyektivitas. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif/logis.

 

  1. D.      KEPASTIAN-KEYKINAN:

Bila manusia berkeyakinan ada cukup alasan bahwa pengetahuannya sesuai dengan obyekya, maka ia mempunyai kepastian.  Tidak Ada keraguan dan memiliki cukup bukti  tentang obyeknya. Mencapai kepastian yang mengandung kebenaran amat memuaskan disebut berkeyakinan. Keyakinan tidak selalu mengandung kebenaran logis. Keyakinan menunjuk sikap manusia yang tahu bahwa pengetahuannya benar. Contoh: sudah lama orang berkeyakinan bahwa matahari dan bintanglah  yang mengedari bumi.

 

  1. E.       SANGSI:

Harus dibedalan antara sangsi dan ragu-ragu. Sangsi adalah sikap mental terhadap kebenaran, terhadap suatu pengetahuan  yang belum dapat diyakini kebenarannya.. Sangsi mendorong orang untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.  Ragu-ragu berarti tidak berani  mengadakan suatu putusan untuk bertindak. Ragu-ragu melemahkan motivasi untuk penyelidikan/penelitian.

 

  1. F.       KEPERCAYAAN:

Kepercayaan adalah menerima kebenaran demi kewibawaan, sikap mental atas dasar kepastian bahwa ada kebenaran tetapi kebenaran yang diselidiki sendiri.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III: TINGKATAN PENGETAHUAN

 

  1. A.      PENGETAHUAN BIASA

Pengetahuan yang dipergunakan orang terutama untuk hidupnya sehari-hari tanpa mengetahui seluk-beluk sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya. Contoh: saya tahu kalau air dipanasi mendidih, maka pengetahuan itu saya pergunakan jika hendak memasak. Orang tidak tahu benar mengapa air  mendidih kalau dipanasi, syarat mana yang harus ada kecuali api.

 

  1. B.       ILMU

Ilmu adalah pengetahuan yang mendalam tentang suatu obyek, tahu sebabnya dan mengapa demikian. Sifat-sifat ilmu: berobyektvitas (sesuai dengan aspek kebenaran), bermetodos (cara untuk mencari kebenaran dalam ilmu), Universal (Umum/menyeluruh), bersistem (terususun, saling terkait).

 

  1. CARA KERJA ILMIAH

Filsuf Perancis bernama Rene Descartes (1596-1649), sering disebut bapak ilmu modern, merumuskan pedoman penyelidikan agar orang tidak tersesat untuk mencapai kebenaran:

  1. Jangan menerima kebenaran bila masih sangsi dan membuang segala prasangka.
  2. Membagi kesulitan sesempurna mungkin dan mencari jawabannya
  3. Mengatur pikiran dan pengetahuan  untuk memulai dari yang paling mudah, setapak demi setapak sampai yang paling sulit/ruwet.
  4. Mengumpulkan fakta sebanyak-banyaknya dan selengkap-lengkapnya sampai tidak ada yang tertinggalkan.

 

  1. D.      TUGAS PENYELIDIK

Tugas ilmiah yang harus dilakukan penyelidik untuk mencari kebenaran adalah:

  1. Pengumpulan fakta
  2. Deskripsi fakta
  3. Pemilihan dan klasifikasi
  4. Analisa
  5. Pengambilan Kesimpulan dan perumusan.

 

  1. E.       INDUKSI DAN DEDUKSI

Bukti yang diambil dari hasil pengalaman disebut bukti A Posteriori (sesudah ada pengalaman). Putusan yang diambil sebagai konklusi bersifat umum, sedangkan putusan yang diambil setelah pengalaman disebut khusus. Dua pembuktian: deduksi dan induksi. Jalan pikiran sampai keputusan umum dari putusan yang sifatnya khusus disebut Induksi (dari khusus ke umum). Jalan pikiran  kepada yang khusus dari yang umum disebut Deduksi (dari umum ke khusus).

 

D. MACAM-MACAM ILMU

      Filsuf Jerman, Wihelm Dilthey (1833-1911) membagi ilmu menjadi dua bagian: Naturwissenchaften (ilmu alam) dan Geisteswissenchaften (ilmu sosial). ILMU ALAM ialah ilmu yang berobyek fakta alam yang mempunyai tujuan untuk mencari hukum yang umum dan pasti. Yang termasuk dalam kelompok ilmu alam ialah: ilmu alam, kimia, fisika, biologi, falak, dst. Ilmu alam disebut juga ilmu Exakta (Latin: exactus=pasti): keseluruhan ilmu yang hasilnya dirumuskan secara pasti. Dalam bahasa Inggris ilmu exacta itu disebut sciensces dari kata Latin scio yang berarti tahu.

      Adapun ILMU SOSIAL adalah ilmu yang mnyelidiki fenomena yang dalam terjadinya sedikit banyak dipengaruhi oleh kehendak manusia sehingga kepastian dan keumumannya berlainan dengan yang dicita-citakan ilmu alam. Yang termasuk ilmu sosial ialah: ilmu pendidikan, psikologi, sejarah, hukum, ilmu bangsa-bangsa. Ilmu sosial adalah hasil kebudayaan manusia. Itulah sebabnya ada yang menyebut ilmu social sebagai ilmu budaya (cultuurwetenschappen).

 

  1. E.       OBYEK MATERIA DAN OBYEK FORMA

Pengelompokkan ilmu ditinjau dari obyeknya. Misalnya, ilmu ukur yang menjadi obyeknya  benda terukur: ilmu ukur ruang, ilmu ukur bidang dan ilmu ukur sudut. Dalam obyek yang sama maka lapangan penyelidikan itu disebut OBYEK MATERIA.  Sedangkan sudut dari mana obyek material itu disoroti disebut OBYEK FORMA. Ilmu yang mendasarkan pembuktian atas pengalaman manusia disebut ilmu empiris/ilmu pengalaman/evaringswetenschappen.

 

 

D.   FILSAFAT

       Kebanyakan ilmu mendasarkan pembuktiannya pada pengalaman. Tetapi pengalaman hanya berlaku khusus, hanya yang satu itu saja; sedangkan ilmu merumuskan yang umum. Hal yang universal/umum tidak mungkin dijawab oleh pengalaman karena pengalaman hanya menyentuh yang khusus, yang umum itu justru di luar pengalaman.  Ilmu ingin tahu apa sebab demikian dan mengapa demikian. Tetapi ilmu tidak mampu menjawab tuntas adanya sebab pertama dan sebab terakhir karena ada sebab yang tidak tersebabkan, walaupun ada jalan yang dapat merumuskan sebab tersebut yaitu jalan pikiran.

Ada keinginan manusia memiliki pengetahuan yang kebenarannya  tidak dapat dibuktikan secara langsung melalui pengalaman. Ada pengetahuan yang tidak membatasi diri pada pengalaman dan tidak termasuk ilmu alam dan ilmu sosial; tetap bercita-cita mencapai kebenaran, bermetodos, bersistem dan universal. Itulah yang disebut PENGETAHUAN SUPRA ILMIAH, yaitu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya sampai di atas pengalaman. Tidak puas hanya mengetahui apa sebab fakta itu berdasarkan pengalaman.  Ia hendak mencari yang lebih umum daripada keumumannya yang tercapai oleh ilmu’ ia mencari sebab yang seumum-umumnya.

       Obyek ilmu adalah yang ada dan yang mungkin ada. Ada itu bersifat umum karena di luar ada hanya ada ketiadaan. Itulah sebabnya bahwa ada merupakan dasar yang sedalam-dalamnya bagi bagi semua yang ada, sebab di luar ada hanya ada kekosongan. Menyelidiki ada inilah yang disebut mencari sebab yang sedalam-dalamnya. Itulah yang disebut FILSAFAT, yaitu ilmu yang mencari sebab sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.

 

  1. A.       Sejarah Filsafat  X

Filsafat dari kata Yunani, filosofia. Filein yang berarti cinta dan sofia yang berarti kebijaksanaan.  Filsafat berarti ilmu yang cinta kepada kebijaksanaan. Plato (422-347) menyebut filsafat sebagai pengetahuan sejati, pengetahuan yang benar. Aristoteles (342-322) menyebut filsafat sebagai Prima Filosofia,yaitu filsafat pertama karena kebijaksanaan berusaha mencari sebab pertama yang manjadi dasar segala sebab. Epikuris dan Stoa menyebut filsafat sebagai ilmu untuk mencapai ketenangan hidup atau kebahagiaan. Kerajaan Romawi: obyek filsafat adalah agama karena filsafat mencakup kebenaran illahi dan manusiaw; tugas filsafat menyelidiki hal yang duniawi dan surgawi.

 

  1. B.        Nama Lain Filsafat

Di kalangan ilmiah, filsafat sering disebut dengan Metafisika (sesudah fisika) yang menyelidiki bukan alam, kebenarannya tidak didasarkan atas pengalaman melainkan mengatasi pengalaman. Dengan kata lain, Metafisika adalah ilmu yang mendasarkan pembuktian kebenaran tidak berdasarkan pengalaman melainkan di atas sesudah pengalaman.

 

  1. C.       Bagian Filsafat

Obyek materia dan obyek forma filsafat adalah yang ada dan yang mungkin ada. Yang dipelajari oleh filsafat adalah ada, sebab Ada adalah dasar dari semua yang ada adalah adanya itu, semua yang ada bertemu pada adanya yang umum. Yang termasuk bagian filsafat adalah: Ontologi. Ontologi (on=ada) adalah filsafat yang mempelajari tentang ada. Metafisika adalah filsafat ada umum. Theologi Naturalis/Theodicea: menyelidiki Ada-mutlak/Tuhan melalui akal budi. Theologi supranaturalis: menerima kebenaran Ada-mutlak melalui jalan adikodrati, menerima kebenaran melalui wahyu. Cosmologi=filsafat alam, adanya ada yang bersentuhan dengan alam. Antropologia: filsafat manusia, segala yang ada yang paling penting ialah manusia. Ethica: filsafat tingkah laku, tindakan-tindakan yang dinilai baik atau buruk. Logica/filsafat budi:  manusia mempunyai daya pikir/budi, ilmu menalar secara logis.

Kesimpulan ADA:

 Ada Umum: filsafat ada umum=ontologi, metafisika, theologi, theodicea.

 Ada Khusus/tidak mutlak/filsafat ada khusus=cosmologi, antropologia,ethica, logica.

Tiga tingkat pengetahuan: pengetahuan biasa, ilmu dan filsafat.

  1. Pengetahuan Biasa: tidak mengutamakan kebenaran, tidak mencari sebab tetapi mengutamakan kegunaan.
  2. Ilmu: mengutamakan kebenaran, mencari sebab-sebabnya dan keterangan menyeluruh, serta ilmiah.
  3. Filsafat: mencari keterangan sedalam-dalamnya, mengatasi pengalaman manusia.

 

 

 

 

BAB IV: ILMU, FILSAFAT DAN AGAMA

  1. A.    Fisafat dan Ilmu:

Filsafat dan ilmu bertemu pada obyek material, dan yang membedakan adalah obyek formanya. Yang diselidiki sama: ada; dan yang menyelidiki juga sama: manusia. Batasan ilmu adalah deskripsi data pengalaman secara lengkap dan dipertanggungjawabkan  dalam rumusan-rumusan yang sesederhana mungkin.  Misalnya  ahli ilmu hayat, memberi keterangan arti batang, dahan dan keseluruhan hidup bagi tumbuhan. Tetapi apakah arti hidup, adakah nilai hidup, adakah maksud dan tujuannya? Yang memberikan arti hidup adalah filsafat. Pendek kata, batasan ilmu adalah deskripsi/rumusan/uraian; sedangkan batasan filsafat adalah makna dan arti.

       Cara berpikir manusia juga membedakan ilmu dan filsafat. Ilmu berkisar pada fakta. Fakta itu khusus namun ilmu harus berlaku umum, sedangkan realitas yang dihadapi ilmu itu selalu yang khusus, satu per satu (individual). Bermacam-macam individual disebut konkrit. Yang konkrit itu selalu tertentu, yang berlainan satu sama lain. Bermacam-macam hewan atau tumbuhan dapat dimasukan dalam jenis binatang dan tumbuhan. Aspek yang umum itulah yang disebut konkrit, sedangkan yang tidak  konkrit disebut abstrak. Ilmu membatasi diri pada fakta atau pengalaman. Sifat keumuman ilmu demi kemampuan manusia untuk mengetahui aspek obyek yang sama. Itulah daya atau kemampuan manusia  untuk mengadakan abtraksi.  Walaupun ilmu hendak mencapai yang umum namun tidak akan sampai yang seumum-umumnya. Titik pertemuan dari segala realitas yang menjadi obyek pengetahuan adalah adanya. Apapun yang ada, baik yang ada maupun yang tidak ada bahkan yang mungkin ada, semuanya bertemu dalam adanya. Sebab di luar ada hanyalah ketiadaan. Ilmu yang mengadakan abtraksi ada sampai yang sedalam-dalamnya, seumum-umumnya dan tak terbatas disebut filsafat. Hubungan Ilmu dan Filsafat:  Ilmu menerima kebenaran bahwa pikiran manusia itu ada dan mampu untuk mencapai kebenaran. Filsafat memerlukan data dari ilmu. Untuk mengetahui gejala tindakan manusia, filsafat memerlukan ilmu psikologi.

Perbedaan: terletak pada cara berpikir

Ilmu:                                                                Filsafat

Dskripsi                                                           Makna dan arti

Bersifat khusus                                               Bersifat umum

Berdasarkan fakta/realitas/konkrit                  Berdasarkan abstraksi

Persamaan:

Obyeknya ada

  1. B.       Filsafat dan Agama:

Obyek forma filsafat adalah mencari sebab yang sedalam-dalamnya. Alat dan kemampuan berfikir filsafat adalah pikiran atau budi, atau kodrat manusia yang berbudi. Adakah alat penerangan lain kecuali pikiran atau budi?. Ada, yang dalam agama disebut wahyuAgama menurut filsafat adalah keseluruhan pendapat tentang Tuhan, dunia, hidup dan mati, tingkah laku serta baik buruknya yang berlandaskan wahyu. Sedangkan Wahyu adalah penerangan Tuhan secara istimewa kepada manusia, entah langsung atau tidak langsung (melalui wakil atau manusia). Kebenaran wahyu karena difirmankan Tuhan, bukan dicapai melaui ilmu, pikiran/budi. Manusia percaya kepada Tuhan. Itulah sebabnya agama sering disebut/dinamai kepercayaan. Dengan daya insaninya manusia merenungkan yang bukan alamiah dan manusiawi tetapi yang Ilahi karena wahyu Tuhan.  Segala sesuatu yang diwahyukan adalah benar dan kebenaran. Usaha manusia untuk merenungkan kebenaran yang diwahyukan dalam agama disebut Theologia. Jadi agama juga diilmukan.  Pengetahuan filsafat tentang Tuhan yang dipahami melalui akal budi disebut Pengetahuan Kodrati; sedangkan pengetahuan filsafat yang diterima dari wahyu Tuhan dan diatas kodrati disebut Pengetahuan Adikodrati. Hubungan Filsafat dan Teologi adalah bagaikan perahu dan mercu suar. Perahu mempunyai kemudi menuju pelabuhan yang ditunjukkan oleh mercu suar (sebagai penunjuk kebenaran). Mercu suar hanya menunjuk, bukan mengemudikan. Perahu dan kemudi itu yang harus berusaha sendiri menuju tujuan. Agama difilsafatkan: ditinjau dari ilmu filsafat. Filsafat diilmukan: bermacam ilmu yang obyeknya agama (psikoligi agama, sosiologi Agama, fenomenologi agama). Kalau orang berfilsafat dengan dasar kebenaran agama dan agama dijadikan alat pembuktiannya, maka aliran itu disebut Dogmatis (dogma:ajaran agama).

Karena semua pengetahuan bertujuan untuk mencapai kebenaran, maka dalam prinsip tidak akan terjadi konflik antara ilmu, filsafat dan teologi. Masing-masing harus tahu benar jalan pembuktiannya.

 

 

 

 

 

BAB V: PERSOALAN PENGETAHUAN

Kita akan mempelajari hasil tahu dan cara tahu. Hasil tahu adalah pengetahuan. Masih harus diselidiki  persoalan kebenaran pengetahuan dan bagaimana manusia mencapai pengetahuan. Kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran logis, itulah pengetahuan yang benar.

Persoalannya adalah: fakta bahwa ada dua macam pengetahuan: pengetahuan khusus dan pengetahuan umum. Pengetahuan khusus mengenai yang khusus, satu per satu, berubah-ubah dan tidak tetap. Sedangkan pengetahuan umum: menyeluruh, tetap, tidak berubah-ubah.

Dua pengetahuan itu amat bertentangan sedangkan yang tahu (manusia) dan yang diketahui (obyek) sama. Pertanyaanya, pengetahuan manakah yang benar sesuai obyeknya?

 

Pendapat Filsuf Herakleitos (535 – 475)

Satu-satunya kebenaran ialah perubahan dan gerak karena yang ada di alam semua tidak tetap, panta rhei (semua mengalir). Maka yang benar adalah pengetahuan khusus yang dicapai melalui indra.

 

Pendapat Parmenides (540 – 475)

Pengetauhan khusus (indra) bukanlah pengethuan sebenarnya karena indra tidak dapat dipercaya, banyak putusan salah karena kekeliruan indra. Maka yang benar adalah pengetahuan umum, pengetahuan budi. Alam ini tetap, yang terdapat adalah ada, bukan menjadi, perubahan hanya nampaknya. Sebab apakah yang terdapat di luar ada, bukankah hanya ketiadaan/nihil mutlak? Gerak itu tidak ada.

 

Pendapat Sokrates (469-399)

Ia sangat mementingkan pengamatan. Pengamatan indra yang baik akan menimbulkan pengetahuan sejati, yaitu pengetahuan yang benar dan sifatnya tetap dan berlaku umum. Pengamatan melalui indra merupakan jalan untuk mencapai pengetahuan sejati.

 

Pendapat Plato (427-347) murid Sokrates (469-399):

Ia mengakui bahwa manusia mencapai pengetahuan melalui pengamatan indra yang sifatnya khusus dan. Ada juga pengetahuan yang sifatnya umum, mutlak dan tidak berubah yang disebut IDEA. Idea tidak terdapat di dunia ini tetapi ada di dunianya sendiri yaitu dunia idea. Manusia ada di dua dunia: dunia pengamatan indra/dunia nyata dan dunia idea/abstrak. Dunia idea itu baka dan tidak berubah dan sempurna, sedangkan dunia nyata/pengamatan indra itu fana dan berubah. Dunia nyata ini merupakan gambaran dunia idea. Manusia teridiri dari dua hal: Badan dan Jiwa. Jiwa dahulu ada di dunia idea dan suatu saat  meninggalkannya sehingga bersatu dengan badan, itulah MANUSIA. Aliran Plato disebut idealisme realistis/ idea sungguh ada, realistis.

 

Pendapat Aristoteles (384-322) murid Plato

Pada zaman ini ilmu dan filsafat berkembang pesat dan menjadi terkenal. Ia menerima bahwa ada dua pengetahuan. Ia menerima adanya idea tetapi lain sekali pemahamannya. Yang sungguh ada adalah dunia konkrit, satu per satu dengan sifatnya yang tertentu. Dunia idea itu tidak ada. Hal yang konkrit/dunia nyata ini mempunyai dua macam sifat: yang satu dengan yang lain ada perbedaan dan persamaan. Idea adalah hasil kemampuan manusia untuk menanggalkan yang bermacam-macam dan berubah-ubah sehingga hanya tinggal yang sama, umum dan mutlak. Itulah yang disebut pengabstrakan/abstraksi. Idea (yang abstrak) adalah sifat inti dari dunia kongkrit.

 

Pendapat Abaelardus (1079-1142) filsuf Perancis:

Ia sepakat dengan gagasan Aristoteles. Idea untuk Aristoteles menjadi Universale/conceptus/inti untuk Abaelardus. Idea bukanlah sekedar nama dan realitas tersendiri, melainkan sifat yang bersama-sama dimiliki oleh hal yang semacam, umum keharusan dan mutlak.

 

Pendapat Rene Descartes ( 1596-1650).

Ungkapannya yang amat masyhur adalah Cogito ergo sum (aku berpikir maka aku ada). Yang pasti, konkrit dan terang benderang tercapai karena kesadaran  manusia berpikir. Hanya idea yang terang benderanglah yang pasti dan benar. Satu-satunya sumber kebenaran dan kepastian adalah rasio/kesadaran berpikir. Ia disebut bapak aliran rasionalisme dan bapak ilmu modern. Budi/pikiran  adalah penunjuk jalan untuk mencari kebenaran dan kepastian, bukan dogma yang lain. Kesulitan besar idea Descartes: apakah jaminan kebenaran? Descartes menjawab: idea itu diberikan oleh Tuhan sebelum manusia lahir , idea bekal hidup bagi manusia. Idea benar karena diberikan Yang Maha Benar. Descartes menyebut Ideae Innatae, idea yang dibekalkan kepada manusia sebelum lahir.

 

 

 

Pendapat Empirisme:

Ideale innatae itu tidak ada. Waktu manusia dilahirkan tidak punya suratan, ia merupakan tabula rasa (kertas kosong. Idea diperoleh setelah manusia punya pengalaman. Aliran empirisme ini mengatakan: Hanya pengalaman satu-satunya sumber pengetahuan, persentuhan indra dengan yang lainnya. Salah satu pengikut empirisme adalah David Hume (1711-1776) ahli piker/filsuf Ingrris. Terus-menerus terjadi pertentangan antara pengetahuan umum (budi) dan pengetahuan khusus (indra).

 

Pendapat Immanuel Kant (1724-1802)

Ia mengadakan penyelidikan kebenaran pengetahuan manusia. Ada factor ruang dan waktu dalam pengenalan. Bentuk ruang dan waktu bukan dari obyek, obyek hanya menyajikan gejala yang tidak teratur, tetapi dari subyek yang mengenal (manusia). Gejala yang tidak teratur itu diatur/dibentuk oleh subyek sebelum ada pengamatan atau pengalaman apapun yang disebut a priori. Benruk a priori ruang dan waktu yang menjadi bagian manusia dalam peranannya untuk mencapai pengetahuan khusus/pengetahuan indra.

Bagaimana manusia dapat mencapai pengetahuan umum/pengetahuan budi? Bentuk subyektif untuk pengetahuan umum disebut Kategori. Ada empat kategori : kuantitas, kualitas, relasi dan modalitas. Bagi Kant pengamatan syarat mutlah bagi budi. Sintesis Kant adalah Rasionalisme dan empirisme (ratio-pikiran-budi dan pengalaman indra). Alanisa Kant disebut Idealisme subyektif:  kebenaran idea bentuknya dari subyek.

 

Pendapat J.G Fichte (1762-1814)

Yang ada adalah subyek yang berpikir. Aku yang berpikir berhadapan dengan yang bukan aku sebagai obyek. Adanya obyek sangat tergantung terhadap aku/subyek yang berpikir. Keduanya bertentangan. Obyek itu ada hanya karena dipikirkan.  Pendapatnya disebut subyektivisme:  obyek itu ada demi subyek.

 

Pendapat F.W.J Schelling (1775-1854)

Subyek dan obyek adalah sama/satu.

 

G.W.F Hegel (1770-1831)

Ia hanya mengakui bahwa idea itu ada. Idea dan ada itu sama. Idea/ada adalah dunia seluruhnya dan manusianya. Perkembangan idea/ada menurut aturan/hokum dialektika: idea sadar akan dirinya sehingga muncul  tiada sebagai anti-tesis. Tesisnya adalah ada, anti-tesisnya adalah tiada. Tesis dan anti-tesis berpadu dan berubah. Hasil perubahan disebut sintesis.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan komentar