Pentingnya Pendapat Si Gadis Dalam Perjodohan Atau Lamaran


Ada sedikit cerita mengenai seorang gadis yang merupakan anak dari seorang kiyai yang memiliki pondok terbesar di daerahnya. Pada suatu ketika gadis ini dijodohkan oleh ayahnya dengan sepupunya yang sama-sama anaknya seorang pimpinan pondok, dan ceritanya seperti berikut :

Pada suatu ketika, ayah menemuiku. Dia berkata, “Sepupumu telah melamarmu.” Padahal sebelumnya, ayah tidak pernah berbicara kepadaku mengenai masalah ini. Tapi akhirnya, saya terima lamaran itu karena takut pada ayah. Bersama jalannya waktu, saya merasa yakin bahwa saya tidak cocok untuk menjadi istri sepupuku itu. Namun, saya tidak dapat berbuat apa-apa. Saya takut mengatakannya.

Melihat fenomena perjodohan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya dewasa ini sepeti halnya di atas, banyak dari orang tua yang asal menjodohkan anaknya hanya karena nasabnya ataupun hartanya tanpa meminta persetujuan anaknya terlebih dahulu.

Sebagian orang tua ingin agar anaknya tidak salah memilih calon hidupnya, oleh karena itu orang tua menjodohkan anaknya dengan seorang yang dinilainya mapan. Akan tetapi kebanyakan orang tua salah dalam menilai kemapanan seseorang yang akan dijodohkan dengan anaknya. Salah satu bukti riel yang banyak terjadi dalam kalangan masyarakat adalah para orang tua menilai kemapanan seseorang yang akan dijodohkan dengan anaknya dari melihat kemapanan orang tuanya bukan anaknya. Contohnya orang tuanya si A menjodohkan si A dengan si B, lantaran keluarga si B kaya raya, ramah, dan dermawan. Memang orang tua si B kaya-raya, ramah, dan dermawan, tapi apakah si B juga demikian ? Ingat semua harta si B itu adalah harta orang tuanya bukan harta si B sepenuhnya dan jika kemudian orang tuanya meninggal akankah si B bakalan senasip dengan orang tuanya ? Belum tentu. Dan jika orang tua si A menjodohkan si A dengan si B lantaran orang tua si B adalah orang yang memiliki budi pekerti dan dedikasih yang tinggi, tapi apakah sifat orang tuanya itu akan menular ke si B sebagai anaknya ? Belum tentu.

Melihat fenomena di atas tadi sudah seharusnya sebagai orang tua tidak terlalu menekankan kemauannya untuk menjodohkan anaknya kepada seseorang yang dianggap mapan tanpa menghiraukan keputusan anaknya, karena bisa jadi orang tuanya saja yang berakhlak mulia dan anaknya hanya berpura-pura berakhlak mulia di depannya….Wallahu A’lam.

Boleh-boleh saja sebagai orang tua menjodohkan anaknya, tapi tetap keputusan terakhir ada di tangan anaknya, karena anaknya lah yang akan menjalaninya bukan orang tuanya sebagai mana yang telah disabdakan Rasulullah saw dalam sebuah hadist shahih : “Janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya, dan perawan harus diminta restunya dulu (sebelum dinikahi). Sedangkan restunya perawan adalah dengan diamnya.”

Dan disini anaknya sudah dewasa tidak seperti ia kecil dulu yang selalu salah memilih, dan cukuplah bagi orang tuanya bagi orang tuanya untuk membimbingnya saja tanpa memaksakan kehendaknya kepada anaknya.

Dan satu hikmah disyariatkannya tunangan (khitbah) adalah supaya sikap dan perilaku calon mempelai pria dan wanita sama-sama akan diketahui dalam kurun waktu persiapan membangun mahligai rumah tangga.

Sebaiknya sebagai seorang anak, hendaknya menjelaskan keinginannya dan segala segala yang ada di dalam hatinya kepada ayahnya. Dan si anak dapat berdiskusi dengan ayahnya dengan diskusi yang fokus pada permasalahannya. Dengan begitu, diharapkan akan dapat dicapai suatu kesepakatan yang dapat memuaskan kedua belah pihak.

Dan perlu diketahui bahwa membatalkan pertunangan itu masih lebih ringan daripada harus bercerai nanti ketika sudah menikah. Demikian juga, membatalkan pertunangan itu masih lebih ringan daripada membentuk keluarga di atas jurang kehancuran.

Tinggalkan komentar